Ibuku, Wanita Terkuat di Bumi


Kata mereka diriku s'lalu dimanja
kata mereka diriku s'lalu ditimang
nada-nada yang indah
s'lalu terurai darinya
tangisan nakal dari bibirku
takkan jadi deritanya
tangan halus dan suci
t'lah mengangkat diri ini
jiwa raga dan seluruh hidup
rela dia berikan
kata mereka diriku s'lalu dimanja
kata mereka diriku s'lalu ditimang
oh bunda ada dan tiada dirimu
kan selalu ada di dalam hatiku..

Tit..tit..tit
tit..tit..tit

Seketika aku beranjak dan menjangkau ponselku.
Ternyata ibu menelepon
"Assalamu'alaikum, nak" sapa ibu lembut.
"Wa'alaikumussalam bu, ada apa?" balasku.
"Enggak, ibu hanya rindu, bagaimana kabarmu?" tanya ibu.
"Alhamdulillah, baik bu" jawabku.
"Kamu lagi apa? sudah makan?" tanya ibu kembali.
"Ini lagi tiduran, bentar lagi bu, belum lapar" dengan sedikit candaan.
"Sudah malam lo Dik, jangan ditunda-tunda makannya, ntar sakit lagi, sudah makan sana, setelah itu kamu tidur, besok kuliah kan?" ibu sedikit bawel.
"Iya bu, besok juga masuk agak siang kok. Lagian kan" tut..tut..tut

Tiba-tiba sambungan telepon terputus. Pasti pulsa ibu habis, pikirku sambil menggeleng.

***

Namaku Andika, aku biasa dipanggil Dika. Usiaku 19 tahun. Saat ini aku sedang kuliah di salah satu universitas negeri.

Untung saja aku mendapat beasiswa  dari pemerintah, kalau tidak mungkin mustahil bisa mencicipi bangku kuliah (walaupun aku sering mendengar kata orang "tidak ada yang mustahil di dunia ini")

Hari ini adalah hari terakhir aku ujian, artinya esok sudah bisa 'pulkam' sebutan para perantau (pulang kampung).

Sudah satu semester aku tidak menghirup dinginnya udara kampung. Nampaknya, panas udara kota dan bisingnya suara klakson yang bersahut-sahutan sudah membuatku cukup penat.

***

Pagi ini aku bangun lebih awal, masih berbaring di tempat tidur sambil melihat foto-foto yang terpajang persis dihadapanku. Foto itu mengingatkanku akan suatu hal.

Dulu, sempat kucuri gambar ibu ketika ia sedang menyulam kain tua miliknya. Sampai kini foto itu masih tersimpan di ponselku. 

Sengaja aku pajang foto tersebut di kamarku agar setiap saat aku dapat melihat ibu yang dulu masih nampak muda.
Kali aja aku bisa mengobati rindu dengan cara ini.

Hari ini rindu yang telah lapuk itu akan terbayar, karena nanti sore mungkin sudah betemu dengan ibu di kampung halaman.

Segera aku mengemas barang-barang untuk satu bulan disana nanti. Karena libur kali ini cukup panjang.

Untuk menuju kesana aku harus menggunakan transportasi umum.

"Dik, jadi kan pulkam hari ini?" tanya seorang teman dekatku dari pesan whatsapp.
"Iya nih, lagi di otw" balasku.
"Eh, jangan lupa bawa oleh-oleh ya dari desa Kutabuluh, secara Tanah Karo kan kaya akan sayur dan buah-buahan" rayunya.
"Haha, itu mah dulu sebelum sinabung mengamuk" jawabku.
Kembali ia bertanya "Lah, gunung sinabung? sampai sekarang juga masih?"
"Terkadang, kalau ia lagi flu dan batuk bakal menghamburkan debu vulkanik." balasku lagi. "Yaaahh, yaudah hati-hati ya, semoga segera membaik, amin"

***

Silahkan membaca sambil mendengarkan lagu penuh makna ini.



Perjalanan ini cukup melelahkan hingga akhirnya aku sampai pukul 7 malam.

Kedatanganku disambut hangat oleh ayah, ibu dan kedua adikku. Sama sepertiku, mereka tampak sangat rindu.

Kucium tangan ibu yang terasa kasar dan kuusap wajahnya yang semakin keriput. Rambutnya yang dulu hitam kini memutih secara cepat. Ibu sudah cukup berubah selama 6 bulan ini.

Bibirnya merah terlihat sehabis menyantap sirih. "Sudah makan, nak?" tanya ibu.
"Belum bu" jawabku singkat.
"Tadi ibu masak makanan kesukaan kamu, ayam rendang, sana makan dulu. Tadi sore ibu juga masak bubur kacang hijau, kamu suka kan?" Aku membalasnya dengan senyuman.

Walaupun sudah tua kasih sayang ibu tak terbantahkan waktu, Pikirku.

Ibu..

Ia adalah wanita terkuat di bumi. Pekerja keras dan pantang menyerah. Setahun lagi, ibu genap berusia 50 tahun. Pada usia 50 tahun nanti aku ingin memberi kado spesial di hari ibu.

Selama ini, ia telah berhasil menghidupi 5 orang anak dengan fasilitas terbaik, terutama dalam bidang pendidikan. Ini adalah fasilitas terbaik yang pernah aku dapatkan.

Ibu memang tidak terlalu tinggi badannya, bahkan sekarang aku lebih tinggi darinya. Tapi jangan tanya soal kekuatan, ibu pasti juaranya.

Bekerja layaknya seorang petani, kedua tangannya sudah tampak kerut dan kasar. Kakinya sudah sering sakit. Memang tidak pernah ibu mengaku sakit, tapi ketika beranjak dari duduk ia selalu bergumam "aduh".

Ibu adalah sosok wanita yang telah dimakan oleh usia, namun masih menjalankan tanggungjawab besarnya untuk 5 generasi yang ia pupuk hingga sekarang.

Dari mulai muncul tunas hingga beberapa darinya sudah menghasilkan buah. Namun buah itu belum bisa ia cicipi.

Ia berharap setidaknya ketika ia semakin tua nanti, buah-buah dari beberapa tunas itu dapat membayar letihnya selama ini.

Setiap hari ibu selalu panen

Sangat patut untuk aku bersyukur, sampai sekarang ibuku selalu diberi kesehatan dan rezeki oleh-Nya.

Tanah kelahiranku yang amat subur membuat setiap harinya ibu menuai hasil, mulai dari jagung, padi, cabai, kopi, kacang dan sebagainya. Tidak heran, karena tanah di kampung ini masik mengandung gizi yang cukup.

Setiap hari ibu mendapat tawaran untuk bekerja di lahan mereka. Bahkan tidak jarang jika tenaga ibu sudah di-bookong untuk 1 minggu kedepan. Ya, ibu memanen di lahan milik orang lain.

Hal ini membuat ibu sudah tidak mengenal weekend untuk berlibur. Jangankan untuk  berlibur, istirahat dengan cukup saja sudah sangat syukur. 

Untuk siapa lagi kalau tidak untuk anak-anaknya, demi tercapai segala yang dicita-citakan seperti dalam lirik lagu Jasmine Elektrik. 

Sampai sekarang aku masih belum bisa percaya, bagaimana seorang buruh tani dapat menghidupi 5 orang anak. Walaupun berdampingam dengan seorang lelaki dengan profesi yang sama. Ya, dia ayahku.

Setiap hari ibu bekerja di lahan milik orang lain dengan penghasilan Rp.70.000/hari. Bahkan uang sejumlah itu tidak cukup untuk sekali makan di restoran mahal.

Dengan penuh pengorbanan ibu rela untuk lembur setiap hari hingga mencapai penghasilan Rp.100.000/hari dari pukul 8 pagi hingga pukul 6 sore. Masih tidak cukup untuk sekali makan di restoran mahal.

Apabila 'mereka' mengenal ibuku apakah 'mereka' masih sanggup untuk berfoya-foya di restoran mahal itu?

Tidak sampai disini, aku juga masih sulit untuk berlogika. Bagaimana trik seorang buruh tani untuk menjadikan anaknya menjadi seorang sarjana? 

Semakin tidak masuk akal, saat ini ada 2 dari mereka yang sedang menjalani pendidikan di perguruan tinggi, dan dua anak terakhirnya masih di bangku sekolah menengah.
Ibuku adalah wanita terkuat di bumi.

Ibu dan mesin

Layaknya sebuah mesin, ibu juga melakukan tugas yang sama yakni bekerja dan bekerja secara terus menerus.

Perbedaannya, sebuah mesin harus mendapatkan fasilitas perawatan secara rutin dan memiliki waktu untuk istirahat.

Namun ibuku tidak demikian, dari pagi hingga sore selalu menampung titik hujan dan panasnya tamparan sinar matahari.

Berbicara fasilitas, apa yang ia dapat? jangan ditanya, tercukupinya pesediaan beras saja bahagianya sudah luar biasa. 

Aku tidak berdusta. Pada zaman ini kami masih hidup dengan kondisi ini. Bukannya tidak bersyukur, aku sangat bersyukur.

Ibu lebih dari mesin penanam padi, lahan seluas mata memandang pun akan tuntas. Tanah yang terjal dan berjurang pun akan dilalui dengan cergas oleh ibu.

Ibu lebih dari mesin pemanen, seluruh kegiatan panen dapat dihadiri tanpa absen, selalu setia dan selalu bekerja di lahan milik orang lain hingga akhir musim panen usai.

Ibu sudah lebih dari traktor, semua lahan di desa ini sudah ia cecap satu per satu. Terkadang apabila menu di desa ini sudah habis, ibu akan mencari menu dari desa lain untuk dicicipi. Bahkan sampai berpindah kecamatan.
Ibu, selapar itukah engkau?

Lalu bagaimana apabila menemui bulan suci ramadhan? bulan dimana setiap umat muslim diwajibkan untuk menahan haus dan lapar di siang hari.

Alhamdulillah, ibu tidak meninggalkan kewajiban itu, namun tidak pula ia berdiam diri di rumah. Apa yang hendak dimasak nanti?

Apabila mesin harus diberi minyak untuk bisa bekerja, ibu hanya mengkokohkan imannya disaat berpuasa dibawah paparan sinar matahari.
Mesin secanggih apa yang sanggup seperti ibuku?
Ibuku, wanita terkuat di bumi, lebih dari sebuah mesin.

Pesan ibu melebihi grup whatsapp

Ibu adalah alasan pertama aku ingin sukses. Hadiah yang bisa aku lantunkan padanya hanyalah sepucuk prestasi yang berusaha aku petik.

Tapi ibu berkata memang itulah yang ia harapkan. 

Ibu selalu berpesan padaku. Pesan ibu melebihi grup whatsapp yang setiap saat masuk di ponselku. Puluhan pesan, ratusan pesan bahkan sampai ribuan pesan yang bertumpuk di whatsapp.

Tapi tidak akan pernah melebihi dari jutaan harapan yang dituturkan ibu padaku. Begitu banyak petuah yang masih likat di ingatanku. 

Semua masih ada dan akan selalu terkenang.

Namun ada satu petuah dari ibu yang benar-benar menancap kokok di hatiku. Ibu selalu berpesan "jangan pernah kamu mau seperti ibu, kamu mesti haus akan ilmu, kamu harus sukses, jangan sia-siakan perjuangan ibu selama ini."

Kalimat singkat itu yang dapat membuat pipiku basah. Seolah ucapan itu adalah bagian terlemah yang dapat membuat kedua bola mataku meneteskan air mata.

Dari pesan singkat yang penuh makna itu akhirnya aku tersadar, selama ini ibu melakukan semuanya hanya untuk anak-anaknya, supaya mereka tidak meneruskan profesi yang serupa dengannya, walaupun pekerjaan ibu sangatlah mulia.

Dari situ aku selalu berusaha keras menjalankan petuah itu. Belajar sungguh-sungguh dan mencoba mencapai prestasi sebanyak mungkin sampai ibu dipanggil ke depan disaat pembagian raport. Dengan menjadi sang juaralah aku berusaha untuk membayar letih ibu selama ini.

Ibarat whatsapp di ponselku, pesan singkat itu yang akan kusematkan menempati posisi paling atas diantara jutaan pesan dari ibu. Kalimat itu merupakan pesan berbintang di benakku hingga kini.

***

Sebagai seorang anak buruh tani, terkadang aku merasa terlalu egois dengan mimpi-mimpiku. 

Bermimpi ini, bermimpi itu, sampai akhirnya aku terhentak "apakah ini mungkin?"

Namun aku kembali tersadar, kerja keras mana yang tidak membuahkan hasil? perjuangan mana yang tidak menghadiahkan kebahagiaan?

Dari situ aku kembali bangkit, kembali mengukir semua angan dan harapan ibuku  melalui goresan tinta pena .

Aku yakin tulisan-tulisan ini akan menjadi nyata suatu saat dengan usaha yang kokoh. Semua harapan ibu yang berupa goresan di dinding kamar akan aku duduki suatu saat nanti. 

Semua karena ibu, semua demi ibu, semua untuk ibu. 

Aku mencintainya jujur dati hatiku yang paling dalam.

Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku di waktu kecil.

#JasmineElektrikCeritaIbu

LihatTutupComment