The Power of Zakat | Strategi dan Langkah-langkah Optimasi Fungsi Zakat untuk Kemaslahatan Fakir Miskin di Indonesia

At-Taubah : 103 Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.

Apa itu zakat?

M
enurut Hamdan Rasyid, di dalam Alquran  kata zakat disebutkan sebnyak 32 kali dan sebagian besar beriringan dengan kata salat. Bahkan jika digabung dengan perintah untuk memberikan infak, sedekah untuk kebaikan dan memberi makan fakir miskin maka jumlahnya  mencapai 115 kali.

Hal ini tentunya menunjukkan bahwa kesalehan sosial seseorang yang dimanifestasikan dalam bentuk pemenuhan pembayaran zakat tidak kalah pentingnya dibanding dengan kesalehan individual yang termanifestasikan dalam bentuk pelaksanaan ibadah salat, puasa dan haji.


Zakat adalah salah satu dari lima pilar tegaknya konstruksi agama Islam. Ia merupakan bentuk ibadah yang memiliki dimensi ekonomi, hukum, sosial dan politik umat Islam. Disamping itu, zakat juga dapat dikatakan sebagai bentuk ibadah yang mempunyai keunikan tersendiri, dimana terdapat dua dimensi sekaligus di dalamnya, yakni dimensi kepatuhan dan ketaatan seorang hamba kepada Allah, dan sekaligus dimensi sosial, yaitu kepedulian terhadap sesama manusia.

UU NO. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat :Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seseorang Muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
JENIS - JENIS ZAKAT :
Secara umum, zakat terdiri dari dua macam, yaitu zakat yang berhubungan dengan jiwa manusia (Zakat fitrah) dan zakat yang berhubungan dengan harta (Zakat mal).


1. Zakat fitrah, adalah sejumlah harta/ bahan makanan pokok yang dikeluarkan makanan pada bulan ramadhan oleh setiap Muslim bagi dirinya dan bagi orang yang ditanggungnya yang memiliki kelebihan makanan pokok.

2. Zakat mal, adalah zakat dari harta seorang muslim yang dibayarkan apabila telah mencapai nisab dan haulnya.

Harta yang dikenakan atas zakat mal antara lain :
  • Zakat emas, perak dan logam mulia lainnya
  • Zakat uang dan surat berharga lainnya
  • Zakat perniagaan
  • Zakat pertanian, perkebunan dan kehutanan
  • Zakat peternakan dan perikanan
  • Zakat pertambangan
  • Zakat perindustrian
  • Zakat pendapatan dan jasa
  • Zakat rikaz
ELEMEN PENGELOLAAN ZAKAT :
Dalam pengelolaan zakat, tentunya ada aktor-aktor utama yang memiliki peran penting, antara lain sebagai berikut :


1. Muzakki dan harta yang dizakati

Muzakki adalah seorang muslim yang dibebani kewajiban mengeluarkan zakat karena mampu dan sudah mencapai nisab dan haulnya. Dengan kata lain, muzakki adalah orang/badan usaha yang berkewajiban menunaikan zakat.

2. Amil
Amil zakat yaitu semua pihak yang bertindak untuk mengerjakan segala sesuatu yang berkaitan dengan pengumpulan, penyimpanan, penjagaan, pencatatan, dan penyaluran atau pendistribusian harta zakat. 
  • Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
BAZNAS merupakan lembaga yang berwenang untuk melakukan tugas pengelolaan zakat secara nasional. Disamping itu, ia juga merupakan badan yang menerbitkan rekomendasi izin penerbitan LAZ. LAZ secara administrasi wajib memberikan laporan secara berkala kepada BAZNAS.
  • Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Untuk dapat membantu BAZNAS dalam pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat, masyarakat dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).

3. Mustahik

Mustahik adalah orang-orang yang berhak menerima zakat. Dalam ketentuan syariat Islam, ada 8 golongan yang berhak untuk menerima zakat, yaitu :
  • Fakir
  • Miskin
  • Amil
  • Mualaf
  • Riqab
  • Ghairimin
  • Fisabilillah
  • Ibnu sabil

TUJUAN DAN HIKMAH PENGELOLAAN ZAKAT :
1. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan dan pemanfaatan zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat serta membabat kemiskinan.
2. Sebagai alat untuk pembersih harta dan penjaga dari ketamakan.
3. Sebagai ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.
4. Untuk mengembangkan potensi umat.
5. Menambah pendapatan negara untuk proyek-proyek yang berguna bagi kemaslahatan. 

HUBUNGAN ZAKAT DENGAN PAJAK :
Menurut buku karangan S.T Marbun dan Moh. Mahfud, MD yang berjudul Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, secara historis pajak diawali dari kebanggaan masyarakat untuk mengeluarkan sumbangan sukarela untuk memelihara negaranya. Akan tetapi, ketika negara sudah mengalami perluasan wilayah dan rakyat yang berada di daerah taklukan itu tidak mau mengeluarkan sumbangan secara sukarela, maka kemudian barulah negara mengadakan pemaksaan.

Untuk menghindari terjadinya pemaksaaan-pemaksaan seperti masa itu, maka kemudian negara mengatur hal tersebut dalam undang-undang.

Secara definisi, pajak merupakan iuran wajib rakyat kepada negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan), dimana rakyat tidak mendapatkan manfaat secara langsung, namun digunakan untuk kepentingan masyarakat umum.

Zakat adalah kewajiban agama yang ditetapkan oleh Allah s.w.t kepada umat Islam, sedangkan pajak adalah kewajiban warga negara baik muslim ataupun non muslim yang ditetapkan oleh negara. Dengan kata lain, zakat dan pajak sama-sama memiliki hubungan yang positif yakni menjadi salah satu sumber pendapatan negara. Namun disisi lain antara keduanya dipandang sebagai dua hal yang terpisah, yakni zakat merupakan kewajiban agama, sedangkan pajak adalah kewajiban negara. Idealnya antara zakat dan pajak menjadi dua hal yang menyatu dan diatur dalam satu kesatuan melalui peraturan perundang-undangan negara, agar tidak melahirkan dikotomi diantara keduanya.

Apabila seseorang sudah memenuhi persyaratan zakat dan tidak menunaikannya, maka penguasa yang diwakili oleh para petugas (amil) wajib untuk memaksanya. Demikian pula dengan pajak, apabila seseorang telah memenuhi syarat wajib pajak, maka pemerintah dapat melakukan pemaksaan baik secara langsung atau tidak langsung. Namun yang terpenting saat ini adalah seberapa besar peran yang sudah dilakukan oleh pemerintah dalam "memaksa" masyarakat untuk membayar pajak namun juga tidak memandang sebelah mata akan potensi zakat. Artinya kekuatan pemerintah juga harus dikerahkan agar masyarakat ambil berat terhadap kewajiban zakat dengan melahirkan undang-undang bermutu sebagai aturan tegas.

Potensi zakat di Indonesia

Potensi-zakat-di-Indonesia-jpg
B

adan pengelolaan zakat menjadi sendi utama dalam mengurangi tingkat kesenjangan sosial di Indonesia. Ia menjadi pemeran utama dalam  pengumpulan zakat di seluruh lapisan  masyarakat di tanah air. 


Potensi zakat Indonesia dalam setahun dapat mencapai hingga Rp. 217 triliun. Angka potensial ini muncul dalam riset berjudul Economic Estimation and Determinations of Zakat Potential in Indonesia oleh Institut Pertanian Bogor (IPB), Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), dan Islamic Development Bank (IDB). Apabila potensi yang tidak sedikit itu disalurkan kepada masyarakat miskin yang berjumlah sekitar 25 juta jiwa, maka Indonesia akan mencapai kejayaan secara perlahan.


Apabila potensi yang besar itu dapaat direalisasikan, maka penyaluran dana zakat produktif kepada masyarakat akan mendongkrak usaha-usaha mikro serta memicu penyaluran minat dan bakat masyarakat, baik dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, wirausaha, kerajinan tangan, dan sebagainya. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan melambung sejalan dengan pemenuhan kebutuhan dibidang pendidikan, pelayanan kesehatan, lapangan pekerjaan dan sebagainya. Dengan demikian fakir miskin di Indonesia secara perlahan akan ter-upgrade menuju babak sejahtera.


Cempaka berbuah nangka, itulah yang akan dikantongi oleh bangsa apabila dapat mengoptimalkan pengumpulan, pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Selain menjangkau cita-cita bangsa dalam memajukan kesejahteraan umum, juga akan memahirkan masyarakat untuk senantiasa taat kepada aturan agama dan memiliki taraf sosial yang berkelas.

Zakat di Indonesia belum optimal

Potensi zakat yang sangat besar seperti penjelasan sebelumnya, tentu menjadi sebuah darma bangsa untuk menuju haluannya. Namun hingga saat ini, potensi yang besar itu belum bisa terwujud secara maksimal. Ada beberapa sebab utama dimana potensi zakat di Indonesia belum dapat terwujud secara maksimal, sebagai berikut :

1. Faktor yuridis, maksudnya bahwa Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat yang menjadi payung hukum bagi pengelolaan zakat di Indonesia, masih menyandang kelemahan-kelemahan dari aspek substansi Undang-undang itu sendiri.

Apabila dikaji secara lanjut, UU Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat tidak memberikan jawaban komprehensif atas ekstensinya sebagai undang-undang, baik sebagai produk legislasi maupun sebagai alat kekuasaan negara yang memiliki kekuatan hukum. Demikian apabila dilihat dari segi daya ikat dan daya paksa, undang-undang ini belum bisa bertindak secara optimal dalam memberikan kesejahteraan fakir miskin di Indonesia.

Mengacu kepada status tersebut, dapat dihela sebuah dugaan adanya permasalahan yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut :

  • Undang-undang Nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dalam sistem hukum Indonesia pada dasarnya memetik konsep hukum ekonomi islam, namun pada kenyataannya jika dilihat dari segi materi dan substansi hukum tampaknya belum terumuskan secara sistematis, baik pada tataran konsepsional maupun institusional, sehingga mekanisme pengelolaan zakat bagi kesejahteraan fakir miskin di Indonesia  masih perlu dikaji hingga meresap.


  • Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan zakat merupakan ketentuan yang mengatur pengelolaan zakat di Indonesia, namun pada pelaksanaan tampaknya belum memiliki daya ikat dan daya paksa, terutama dalam upaya optimalisasi fungsi zakat dalam rangka distribusi pendapatan dan kesejahteraan fakir miskin di Indonesia.


  • Keberadaan lembaga-lembaga pengelola zakat yang diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dilahirkan untuk kesejahteraan fakir-miskin di Indonesia, namun dalam kenyataan jumlah angka kemiskinan di Indonesia masih relatif tinggi ( Jumlah penduduk miskin di Indonesia per 15 Juli 2019 adalah 25,14 juta penduduk menurut badan pusat statistik). Padahal lembaga-lembaga pengelola zakat, baik yang dibentuk oleh pemerintah maupun masyarakat saat ini berkembang dengan cukup pesat.


  • Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat dan semua peraturan teknis pelaksanaannya, berfungsi untuk memayungi semua Lembaga Pengelola Zakat (LPZ) baik yang dikelola oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) maupun Lembaga Amil Zakat (LAZ). Namun dalam pelaksanaannya, keberadaan aktor-aktor tersebut nampaknya belum memerani  karakternya secara maksimal, sehingga pengelolaan zakat masih kurang optimal.

2. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang kewajiban membayar zakat mal (khususnya) kepada lembaga pengelola zakat, baik BAZNAS ataupun LAZ. Hal ini diakibatkan kurangnya sosialisasi baik terstruktur maupun tidak terstruktur oleh lembaga yang berkewajiban, serta pengelolaan dana zakat yang belum fokus.

3. Masalah sistem pelayanan bagi muzakki, masalah yang dimaksud adalah ketika BAZNAZ kabupaten/kota serta UPZ kecamatan belum memahami terkait pentingnya sebuah sistem dalam kinerja pengelolaan zakat di Indonesia. Padahal kepuasan terhadap pelayanan lembaga pengelola zakat  akan mendorong perilaku masyarakat (muzakki) dalam berkomitmen terhadap lembaga pengelolaan zakat tersebut.

Setidaknya ada 4 hal  yang berkaitan dengan kepuasan muzaki :
  • Penampilan dari petugas lembaga amil zakat
  • Perhatian yang intens serta pelayanan yang baik
  • Sikap moral dari petugas lembaga amil zakat dalam berinteraksi
  • Kredibilitas lembaga amil zakat dimata muzakki yang menyangkut kepercayaan, amanah dan transparansi dalam hal pengelolaan dana keuangan

    4. Masalah kelembagaan pengelolaan zakat. Pertama, masih banyak lembaga-lembaga pengelola zakat yang menjadikan dana zakat untuk kebutuhan konsumtif. Dalam hal ini lembaga pengelola zakat berperan sebagai penerima dan penyaluran zakat. Artinya belum bersifat mengelola. 

    Kedua, tata kelola lembaga. Masyarakat membutuhkan adanya penerapan tata kelola organisasi yang baik pada lembaga pengelola zakat. Pada pelaksanannya, prinsip-prinsip transparansi dan akuntabilitas harus dapat dibuktikan. Lemba pengelola zakat akan mendapatkan kepercayaan masyarakat (khususnya muzakki) jika memiliki laporan keuangan yang accountable dan transparan. Disinilah pentingnya laporan keuangan sebagai alat komunikasi bagi manajemen untuk mempertanggung jawabkan kinerjanya kepada pihak-pihak yang berkepentingan, penyedia informasi dan penilaian kerja manajemen

    5. Masalah sumber daya manusia, masalah yang dimaksud adalah masih terdapat sebagian dari amil zakat tidak menjadikan pekerjakan itu sebagai profesi utamanya, melainkan hanya sebagai pekerjaan sampingan.

    Sedangkan dalam konsep Alquran, amil zakat adalah orang-orang yang diangkat oleh penguasa untuk mengambil zakat dari orang-orang yang berkewajiban untuk menunaikannya, lalu menjaga dan mendistribusikannya.

    6. Faktor tidak sinerginya antara Undang-undang pajak dengan Undang-undang pengelolaan zakat. Hal ini bisa dilihat dari adanya kewajiban warga negara muslim untuk membayar pajak disamping kewajiban untuk membayar zakat. Hal ini bisa dikatakan karena adanya kecelakaan sejarah.  

    Strategi dan optimasi fungsi zakat di Indonesia

    Optimasi-fungsi-zakat-di-Indonesia-jpg

    Untuk mewujudkan tata kelola yang baik terhadap potensi zakat di Indonesia, maka dibutuhkan sebuah sistem dan tata kelola yang bijaksana. Komponen-komponen yang berkewajiban harus saling berkaitan dan bekerjasama.

    Berikut adalah beberapa strategi optimasi fungsi zakat di Indonesia yang dapat diterapkan pada organisasi pengelola zakat, baik Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Amil Zakat (LAZ) atau pemerintah :

    1. Perlu ada peran lembaga dan sistem yang berkapasitas, peran yang dimaksud disini adalah bagaimana masyarakat (muzakki) dapat memahami dan mengidentifiksi sumber-sumber zakat yang ada di masing-masing wilayah. Hal ini penting, karena jika tidak, pemahaman masyarakat tentang yang wajib membayar zakat hanya akan terbatas pada apa yang disebutkan dalam hukum Islam klasik saja. Padahal situasi dan kondisi ekonomi sosial yang ada saat ini sudah jauh berbeda, khususnya di Indonesia. Karena itu, dalam masalah siapa yang wajib berzakat dan harta apa yang wajib dizakati, penting adanya hukum Islam "mazhab Indonesia" yang dapat menjadi pedoman dan sandaran bagi pengelola zakat dan masyarakat di Indonesia, tanpa melanggar ketentuan asas zakat yang ada dalam Alquran, hadis dan ijma’ ulama.

    2. Rendahnya kesadaran masyarakat, kesadaran membayar zakat masyarakat saat ini masih sangat rendah, khususnya zakat mal. Sudah melekat dalam benak sebagian kaum muslim bahwa perintah zakat hanya diwajibkan pada bulan Ramadan saja. Itupun masih terbatas pada pembayaran zakat fitrah. Terbukti dari data Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) tahun 2017, dana zakat yang terkumpul adalah sebesar Rp. 6 triliun dari potensi zakat sebesar Rp. 217 triliun. Artinya kesadaran masyarakat di Indonesia untuk membayar zakat hanya 0,2 %.

    Penanaman kesadaran akan kewajiban zakat harus dilakukan sedini mungkin, baik kewajiban zakat fitrah maupun kewajiban zakat mal. Baik oleh lembaga formal maupun lembaga nonformal. Lembaga formal misalnya melalui madrasah-madrasah.  Dalam hal ini santri ataupun siswa layak untuk diajarkan bagaimana tata cara pembayaran zakat. 

    Selain itu LAZ ataupun BAZNAS dapat membuat brosur-brosur yang disebarkan kepada masyarakat, ataupun pengumuman-pengumuman tentang kewajiban zakat, serta memanfaatkan teknologi dan media sosial sebaik mungkin dalam rangka sosialisasi. Pembiasaan sedini mungkin tentang zakat bagi generasi muda akan memiliki makna yang signifikan sehingga akan menjadi budaya yang akan menggandengi mereka dimasa depan.

    3. Peran amil (organisasi pengelola zakat), peran amil yang dimaksud disini adalah institusi yang bergerak dibidang pengelolaan dana zakat yang melaksanakan kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengoordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian, serta pendayaagunaan zakat, guna meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat, untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dalam menanggulangai kemiskinan.

    Organisasi pengelola zakat, apapun bentuk dan posisinya secara umum mempunyai dua fungsi, yaitu : 

    Pertama, sebagai perantara keuangan, amil berperan sebagai media penghubung antara pihak muzakki dengan mustahik. Selanjutnya sebagai perantara keuangan, amil dituntut menerapkan asas trust (kepercayaan). Selanjutnya sebagai layaknya lembaga keuangan yang lain, asas kepercayaan menjadi syarat mutlak yang harus dibangun. Setiap amil dituntut mampu menunjukkan keunggulan masing–masing sampai terlihat jelas nilai organisasi, sehingga masyarakat dapat memilihnya. 


    Kedua, sistem pengelolaan yang optimal dan maksimal. Salah satu ciri sistem pengelolaan yang optimal, adalah lembaga pengelola zakat melakukan tata kelola yang baik dengan sistem pengelolaan yang berorientasi ke masa depan yang terumuskan dalam konsep sebagai berikut: 
    • Tersistem dan prosedural, sistem yang baik menjamin keberlangsungan lembaga dan tidak bergantung pada figur tertentu, melainkan tergantung pada sistem. Oleh karena itu dibutuhkan ketentuan dan aturan secara tertulis dan jelas dalam pedoman, standar operasional, dan petunjuk teknis.

    • Manajemen terbuka, yakni melalui adanya hubungan timbal balik antara pengelola zakat dengan masyarakat. Dengan sistem ini maka masyarakat dapat mengontrol pengelolaan dana umat (muzakki).


    • Mempunyai rencana kerja, untuk mewujudkan organisasi yang teguh pendirian, ia perlu memiliki rencana kerja. Rencana kerja di susun berdasarkan kondisi lapangan dan kemampuan sumber daya amil agar roda organisasi berjalan sesuai arah.


    • Memiliki sistem akuntansi dan manajemen keuangan, fungsi dari sistem akuntansi dan manajemen keuangan yang baik ialah akuntabilitas dan transparansi dapat direalisasikan dengan mudah dan akurat. Hal ini dapat diwujudkan dengan membentuk atau memperbolehkan pihak ketiga (akuntan publik) sebagai pemantau dan pengontrol keuangan zakat. Tindakan ini dibuat untuk transparasi keuangan zakat dan penguatan citra lembaga zakat itu sendiri.


    • Publikasi, yang dimaksud dengan publikasi disini adalah semua kegiatan yang dilakukan disalurkan kepada publik sebagai bagian dari pertanggung jawaban dan transparansi lembaga pengelola. Media sosial dapat menjadi salah satu alat untuk menjembatani hal tersebut.


    • Komitmen perbaikan, organisasi harus melakukan koreksi dan perbaikan secara terus menerus sesuai tuntutan perubahan dan kebutuhan, baik pada sistem pengelolaan, sumber daya amil dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

      4. Minimnya sumber daya manusia yang berkualitas, pekerjaan menjadi seorang pengelola zakat (amil) belumlah menjadi tujuan hidup atau profesi yang dicita-citakan oleh orang-orang, bahkan dari lulusan ekonomi islam sekalipun. Para sarjana ekonomi islam lebih memilih untuk berkarier di sektor keuangan seperti perbankan, asuransi dan sebagainya. Sangat sedikit orang yang memilih untuk berkarier menjadi seorang pengelola zakat.

      Menjadi seorang amil belumlah menjadi pilihan hidup dari para sarjana itu, karena tidak ada daya tarik kariernya. Padahal lembaga amil membutuhkan banyak sumber daya manusia yang berkualitas agar pengelolaan zakat dapat direalisasikan secara profesional, amanah, akuntabel, dan transparan. Karena sesungguhnya berprofesi menjadi seorang amil mempunyai dua aspek yang tidak hanya pada aspek materi semata namun pada aspek sosial juga sangat menonjol. 

      Peningkatan kualitas sumber daya manusia merupakan suatu keharusan bagi lembaga pengelola zakat di Indonesia, jika lembaganya ingin terus berkembang sesuai dengan tujuan zakat itu sendiri. Untuk itu, perlu diberikan penghargaan yang pantas oleh pemerintah kepada para pengelolanya. Hal ini dalam rangka memberikan semangat juga motivasi bagi para amil. Mereka memiliki dua motivasi dalam mengelola zakat. Di satu sisi mereka mencari meteri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, disisi lain beribadah sambil mengamalkan ilmunya.

      5. Perluasan bentuk penyaluran, pemberian zakat tidak harus selalu dalam bentuk konsumtif karena zakat konsumtif hanya akan memenuhi kebutuhan sesaat. Oleh karena itu, amil harus cerdas dan kreatif dalam mengelola aset harta zakat dan diserahkan dalam bentuk yang bervariasi. Sebelum zakat produktif itu diberikan akan lebih bermanfaat jika para mustahik diberikan pelatihan keterampilan yang sesuai dengan minat dan bakat. Dengan demikian apabila diumpamakan, pengelola zakat tidak memberikan ikan saja, akan tetapi mampu memberikan kail untuk mecari ikan tersebut.


      Beberapa contoh dari lembaga pengelola zakat yang sudah tercipta dan perlu dikembangkan adalah kampung ternak, rumah produksi, dusun jamur dan sebagainya. Hal ini tentunya dapat meningkatkan potensi dan kapasitas masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya.

      6. Peran pemerintah, peran pemerintah yang dimaksud disini adalah posisi pemerintah dalam mengambil kebijakan tentang zakat, karena pemerintah bertugas dan bertanggung jawab terhadap kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya. Dengan optimalnya peran pemerintah dalam kebijakan zakat, diharapkan dapat mempermudah dan membantu tugas-tugas pemerintah. Selain itu, peran pemerintah amat dibutuhkan dalam menegakkan sistem zakat agar terjadi pemerataan, hal ini dikarenakan negara merupakan salah satu tanggungjawab pemerintah untuk memilihara orang miskin dan orang yang lemah fisik ekonominya. Oleh sebab itu, beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah dalam mengoptimallkan pengelolaan zakat yaitu melalui pengoptimalan tugas dan peran badan yang mengelola zakat. 

      7. Kelemahan dari Undang-undang nomor 23 tahun 2011 tentang pengelolaan zakat adalah tidak memiliki ketegasan dan daya paksa. Pasal ini sangat berbeda dengan Undang-undang tentang pajak, dimana salah satu aturan didalamnya sangat menekankan aspek pemaksaan oleh negara. Oleh karena itu, bukan sebuah kejutan apabila pemungutan zakat tidak dapat berjalan secara maksimal. Lebih dari itu, sesuai dengan judulnya, Undang-undang ini lebih menekankan aspek-aspek administratif zakat saja. 

      Sebagai perbandingan di Malaysia, dimana pengelolaan zakat ditangani oleh sebuah lembaga khusus, yaitu Pusat Pungutan Zakat, Majelis Agama Islam Wilayah Persekutuan (PPZ-MAIWP). Kemudian lembaga ini bekerja sama dengan Pos Malaysia yang menempatkan 45 pejabat pos di setiap Wilayah Persekutuan Kuala Lumpur yang menyediakan lembaga pembayaran zakat harta untuk memudahkan orang ramai menunaikan zakat mereka.

      Dalam hal ini, pemerintah perlu membuat Undang-undang atau amandemen dengan aturan yang lebih spesifik tentang pemungutan, pengelolaan serta penyaluran dana zakat secara tuntas. Undang-undang No. 23 Tahun 2011, semestinya memberikan tanggungjawab atas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) atau Lembaga Amil Zakat (LAZ) untuk bertindak dan bertanggungjawab untuk memungut zakat terhadap muzakki.

      Selain itu perlu adanya aturan hukum yang mengharuskan masyarakat yang memiliki kewajiban zakat untuk menunaikannya. Atas dasar itu, mereka yang tidak membayar zakat tidak saja melanggar kewajiban agama, melainkan juga melanggar aturan negara. Oleh karena itu orang yang memiliki kewajiban berzakat namun tidak membayarnya dapat dikenakan sanksi.

      8. Penerapan teknologi yang ada pada suatu lembaga zakat masih sangat jauh bila dibandingkan dengan institusi keuangan. Hal itu menjadi salah satu kendala penghambat kemajuan pendayagunaan zakat. Teknologi yang diterapkan pada lembaga amil masih terbatas pada teknologi standar biasa. Sistem akuntansi, administrasi, penghimpunan maupun pendayagunaan haruslah menggunakan teknologi terbaru, agar dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat terutama segmen kalangan menengah atas yang pada dasarnya memiliki dana berlebih. 

      Teknologi tinggi dibutuhkan agar lembaga zakan memiliki mobilitas tinggi. Lembaga amil zakat yang mampu melakukan inovasi dalam memberikan kemudahan kepada muzaki akan semakin terdaya dalam meningkatkan proses penghimpunan dana. Misalkan Layanan zakat online (e-zakat) sehingga para musakki dapat menunaikan zakat cukup melalui telepon genggam saja, melakukan kerjasama dengan perbankan untuk pembayaran zakat via ATM dan lain sebagainya . Penggunaan teknologi, selain memberikan kemudahan kepada muzaki untuk menunaikan kewajibannya juga akan mempermudah lembaga amil zakat pada penghimpunan dana di masyarakat. 


      Dengan penerapan beberapa strategi tersebut, serta meningkatkan kualitas kerjasama antara aktor-aktor yang berperan dalam panggung zakat ini, maka potensi yang besar itu akan semakin mudah dicapai. Aturan hukum dari negara untuk memberikan perhatian lebih akan menjadi langkah awal untuk menuju optimalisasi fungsi zakat.


      Zakat mengemban misi membangun tatanan  kehidupan sosial ekonomi yang seimbang

      Terimakasih 

        LihatTutupComment